![]() |
Ilustrasi Muslimah. |
Bukan hanya itu,
mereka menghina wanita muslimah yang mengenakan jilbab syar’i, dengan
mengatakan itu pakaian orang kolot, pakaian orang radikal, dan mereka
mengatakan jilbab (yang syar’i) adalah budaya arab yang sudah ketinggalan
zaman, serta banyak lagi ejekan-ejekan yang tidak pantas keluar dari mulut
seorang muslim.
Hal ini karena
kejahilan dan ketidakpedulian mereka untuk mencari ilmu tentang pakaian wanita
muslimah yang syar’i. Tentu tulisan singkat tentang jilbab ini bukan saja
khusus untuk kaum hawa, namun para ikhwan, bapak, kakek juga berkewajiban untuk
mempelajarinya dan memahami serta mengamalkannya dengan cara mengajak
saudari-saudarinya yang berada dibawah tanggung jawabnya dan sekitarnya.
Berikut adalah tuntunan memakai jilbab yang sesuai syari’at.
1. Meliputi Seluruh
Badan
Syarat ini terdapat
dalam Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat An-Nuur ayat 31, “Katakanlah
kepada wanita yang beriman.Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan
memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka
kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali
kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka (mertua) atau
putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara mereka
(kakak dan adiknya) atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra
saudara perempuan mereka (keponakan) atau wanita-wanita Islam atau budak-budak
yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita...”
Juga Firman Allah
Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat Al-Ahzab ayat 59, “Hai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mumin: “Hendaklah
mereka mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya, “Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.”
Ibnu Masud berkata,
“Misalnya selendang dan kain lainnya.” “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa
dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang
tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”
Al-Qurthubi berkata,
“Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal
itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu
Bakr menemui Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam sedangkan ia memakai
pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya, “Wahai
Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak
baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau
menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada
Rabb selain-Nya.”
2. Bukan Sebagai
Perhiasan
Ini berdasarkan
Firman Allah Ta'ala dalam surat An-Nuur ayat 31, “Dan janganlah kaum wanita itu
menampakkan perhiasan mereka.” Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup
pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum laki-laki
melirikkan pandangan kepadanya.
Hal ini dikuatkan
oleh Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat Al-Ahzab ayat 33, “Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti oang-orang jahiliyah.”
Juga berdasarkan
sabda Nabi shalallohu 'alahi wa sallam, “Ada tiga golongan yang tidak akan
ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan Jamaah Muslimin dan
mendurhakai Imaamnya serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita
atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang
wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan
duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan
ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
Tabarruj adalah
perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala
sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki.
(Fathul Bayan VII/19).
3. Kainnya Tidak
Transparan
Sebab yang namanya
menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak trasparan. Jika transparan, maka
hanya akan mengundang fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam
hal ini Rasulullah telah bersabda, “Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita
yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti
punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang
terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).
Di dalam hadits lain
terdapat tambahan yaitu, “Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan
mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian
dan sekian.” (HR.Muslim).
Ibnu Abdil Barr
berkata, “Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian
yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak
dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan
tetapi hakekatnya telanjang.” ( Tanwirul Hawalik III/103).
Dari Abdullah bin Abu
Salamah, bahawsanya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qibtiyah (jenis
pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata,
“Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !” Seseorang kemudian
bertanya, “Wahai Amirul Muminin, telah saya pakaikan itu kepada istriku dan
telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak
melihatnya sebagai pakaian yang tipis ! Maka Umar menjawab, “Sekalipun tidak
tipis, namun ia menggambarkan lekuk tubuh.” (H.R. Al-Baihaqi II/234-235).
4. Harus Longgar
(Tidak Ketat)
Usamah bin Zaid
pernah berkata, Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam pernah memberiku baju
Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi
kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku,
“Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab, “Aku pakaikan
baju itu pada istriku.” Nabi lalu bersabda, “Perintahkan ia agar mengenakan
baju dalam di balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa
menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi: Al-Hadits Al-Mukhtarah
I/441).
Aisyah pernah
berkata, “Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian: Baju,
jilbab dan khimar.” Adalah Aisyah pernah mengulurkan izarnya (pakaian sejenis
jubah) dan berjilbab dengannya (Ibnu Sad VIII/71). Pendapat yang senada juga
dikatakan oleh Ibnu Umar, “Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus
mengenakan seluruh pakainnya : Baju, khimar dan milhafah (mantel).” (Ibnu Abi
Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).
5. Tidak Diberi
Wewangian Atau Parfum
Dari Abu Musa
Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam
bersabda, “Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum
laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (Al-Hakim
II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Dari Zainab
Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu 'alahi wa sallam, “Jika
salah seorang di antara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan
sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah).
Dari Musa bin Yasar
dari Abu Hurairah: Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian
tercium olehnya. Maka Abu Hurairah berkata, “Wahai hamba Allah ! Apakah kamu
hendak ke masjid ?” Ia menjawab : “Ya.” Abu Hurairah kemudian berkata,
Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar
Rasulullah bersabda, “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau
wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang
lagi menuju rumahnya lalu mandi.” (Al-Baihaqi III/133).
Alasan pelarangannya
sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq
Al-Id berkata: “Hadis tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi
wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat
membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki” (Al-Munawi : Fidhul Qadhir).
Syaikh Albani
mengatakan, “Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju
masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian
lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar
dosanya.”
Berkata Al-Haitsami
dalam AZ-Zawajir II/37, “Bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan
memakai wewangian dan berhias adalah termasuk perbuatan dosa besar meskipun
suaminya mengizinkan.”
6. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki
Karena ada beberapa
hadits shahih yang melaknat wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria,
baik dalam hal pakaian maupun lainnya. Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah
melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian
pria.” (Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Dari Abdullah bin
Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda,
“Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum
pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (Ahmad
II/199-200).
Dari Ibnu Abbas yang
berkata, Nabi shalallohu 'alahi wa sallam melaknat kaum pria yang bertingkah
kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau
bersabda, “Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan
dan Umar juga mengeluarkan si fulan.” Dalam lafadz lain : “Rasulullah melaknat
kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang
menyerupakan diri dengan kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).
Dari Abdullah bin
Umar, Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda: “Tiga golongan yang
tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat;
Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah
kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang
tidak memiliki rasa cemburu).” ( Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).
Dalam hadits-hadits
ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita
menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi
masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan
hukum dalam masalah pakaian saja.
7. Tidak Menyerupai
Pakaian Wanita Kafir
Syariat Islam telah
menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh
bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut
merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu
Wa Ta'ala surat Al-Hadid ayat 16, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang
yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran
yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang
panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata: Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat Al-Hadid ayat
16, yang artinya: “Janganlah mereka seperti...” merupakan larangan mutlak dari
tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan
menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan (Al-Iqtidha...
hal. 43).
Ibnu Katsir berkata
ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu Allah Subhanahu Wa Ta'ala
melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok
maupun cabang. Allah berfirman: artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu katakan (kepada Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna”
dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih” (Q.S.
Al-baqarah:104).
Lebih lanjut Ibnu
Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148): Allah melarang hamba-hamba-Nya yang
beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir.
Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan
mengejek. Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan
“Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah” (artinya ketotolan) sebagaimana firman
Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah juga telah memberi tahukan dalam surat
Al-Mujadalah ayat 22, bahwa tidak ada seorang mu’min yang mencintai orang-orang
kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang
mu’min, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang
dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.
8. Bukan Pakaian
Syuhrah (Untuk Mencari Popularitas)
Berdasarkan hadits
Ibnu Umar, Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menge
nakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian
kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.”
(Abu Daud II/172).
Syuhrah adalah setiap
pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih popularitas di tengah-tengah
orang banyak, baik pakain tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk
berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah,
yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan
riya (Asy-Syaukani: Nailul Authar II/94).
Ibnul Atsir berkata; “Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan orang-orang yang mengangkat pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong.” wallahu ‘alam. (Dikutip dari: Kitab Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah, Asy-Syaikh Al-Albani).
0 Comments :
Post a Comment